Rabu, 14 Januari 2015

Soldatenkaffee, Restoran Bertema Nazi di Bandung


Selama masa Perang Dunia II, tentara Jerman dulu sering datang ke kafe yang disebut Soldatenkaffee (Soldier Cafe), restoran bertemakan Nazi di Paris, Prancis. Restoran dan kafe versi aslinya ini mungkin tidak ada lagi saat ini. Namun, nama yang sama dibuka lagi di Bandung, Jawa Barat, kota terbesar ketiga di Indonesia. 

Soldatenkaffee di Bandung ini dibuat dengan dekorasi unik, penuh dengan potret Adolf Hitler menempati dinding-dinding restoran dan juga menonjol di atas perapian. Ada juga beberapa memorabolia Nazi, termasuk third reich, swastika, poster, bendera, dan propaganda berbau Nazi.




Beberapa kutipan terbaik dari Fuhrer juga dicetak di dinding. Para pelayan restoran melayani pengunjung yang memesan makanan dengan mengenakan Waffen SS, seragam Nazi lengkap dengan ban di lengannya. Meski demikian, pemilik restoran ini, Henry Mulyana menampik bahwa restoran ini bertemakan Nazi.

"Tema kafe ini adalah Perang Dunia II," kata Henry.

Restoran ini pertama kali dibuka pada 2011 dan sepertinya memicu kemarahan global. Henry terpaksa menutupnya sementara sebab dia mendapatkan ancaman dibunuh. Henry juga dipanggil pihak berwenang untuk menjelaskan motifnya mendirikan restoran itu.

Henry menjelaskan bahwa dia sama sekali tidak pro-Nazi, namun dia hanya memilih tema restoran yang mudah diingat oleh pelanggannya. 

"Kontroversi itu selalu ada, tergantung pada sisi mana Anda melihatnya. Saya melihat Nazi tidak melakukan pembantaian. Tidak ada bukti Nazi bertanggung jawab atas Holocaust," kata Henry.

Soldatenkaffee tutup selama tiga tahun dan baru dibuka lagi pada Juni 2014 dengan perbaikan dan suasana yang tidak terlalu kental dengan Nazi. Sekarang, restoran itu dilengkapi dengan gambar Stalin dan Churchill, juga manekin yang mengenakan seragam militer berbeda, dari Inggris, Prancis, Amerika, Jepang, dan juga Belanda.


"Kami memiliki banyak pelanggan dari Eropa dan mereka tak ada masalah dengan tema Perang Dunia II ini sebab ini dilihat dari perspektif sejarah," kata Henry.

Pengetahuan tentang Holocaust dan era Nazi tidak meluas di Asia Tenggara seperti di Barat. Berikut adalah foto dari restoran asli Soldatenkaffee tahun 1940 di Paris, tepatnya di dekat Gereja Madeleine.



Sumber: Amusing Planet

Green Bank, Kota Tanpa Sinyal Ponsel, WiFi, Radio, dan TV


Green Bank, sebuah kota di Pocahontas Country, Virginia Barat, Amerika Serikat mungkin menjadi salah satu tempat hunian paling tenang di muka Bumi ini. Tidak ada sinyal ponsel di sini. Tidak ada WiFi, bahkan tak ada radio dan televisi. 

Meski demikian, Green Bank bukanlah kota yang gagap teknologi. Sebaliknya, kota ini adalah kota ptempat berdirinya teleskop radio terbesar di Bumi ini bernama the Robert C Byrd Green Bank Telescope (GBT) yang dioperasikan oleh National Radio Astronomy Observatory. GBT menjadi alasan mengapa kota ini tak bisa bereaksi dengan sembarang elektromagnetik.



Teleskop radio GBT ini bekerja dengan mendeteksi gelombang elektromagnetik yang datang dari galaksi lain nun jauh di sana. Sinyal yang ditangkap teleskop ini sangat sensitif dan samar. Makanya, jika ada emisi gelombang radio lain sedikit sekalipun dari gadget akan mengganggu pembacaan teleskop ini.

Untuk alasan ini, semua ponsel, WiFi, radio dan perangkat komunikasi lainnya dilarang di sini. Tidak ada menara ponsel bermil-mil dari kota ini. Tidak ada musik yang diputar di radio dan juga tanpa sinetron di televisi. Bahkan, mobil yang diperbolehkan hanyalah mobil bensin sebab menggunakan busi untuk membakar campuran bahan bakar udara.



Batas zona tanpa sinyal ini mencapai 13 ribu mil per segi. Wilayah di Green Bank ini disebut the National Radio Quiet Zone, terletak di sekitar pedesaan yang jarang penduduknya di perbatasan Virginia Barat, Virginia, dan Maryland.

Kehidupan tanpa sinyal gadget dan transmisi radio di Green Bank ini mungkin tampak mustahil bagi mereka yang tak bisa hidup tanpa ponsel. Tapi uniknya ada sekitar 140 orang penduduk yang mau tinggal di kota ini dan tetap hidup bahagia.


Anak-anak tidak terpaku pada layar gadget mereka seperti anak-anak di perkotaan lainnya. Mereka benar-benar berbicara satu sama lain, bukan melalui pesan singkat alias SMS. Kakek nenek membuka jendela mobilnya dan saling menyapa satu sama lain. Jika mereka ingin berbicara dengan seseorang di luar sana, maka ada telepon umum yang dirancang khusus dan jaraknya cukup jauh.



Selama beberapa tahun terakhir, banyak orang memutuskan tinggal di Green Bank karena di kota sebelumnya mereka menderita hipersensitivitas elektromagnetik (EHS), penyakit yang masih diteliti secara ilmiah. Orang yang menderita penyakit ini mendapatkan gejala pusing, mual, ruam, denyut jantung tak teratur, lemah, dan nyeri dada akibat radiasi elektromagnetik.

"Hidup memang tak sempurna di sini,. Tak ada toko, restoran, rumah sakit terdekat. Namun di sini setidaknya aku sehat. Aku bisa melakukan banyak hal. Aku tidak terbaring di tempat tidur dan menderita sakit kepala sepanjang waktu," kata Diane Schou, salah seorang imigran penderita EHS yang datang ke Green Bank bersama suaminya 2007 lalu.

Sumber: Amusing Planet