Kamis, 14 Juni 2012

AMPO DARI TANAH LIAT



 

Ampo-
Ada saja cara nenek moyang kita untuk memperoleh makanan dalam menambah nilai gizi kebutuhan sehari hari. Entah bagaimana cara awal mula mereka tiba-tiba mendapat ide mengolah tanah sebagai bahan makanan. Itu tidak penting. Karena itu sudah terbukti bahwa makanan "Ampo" sudah terkenal dan memasyarakat di daerah Tuban dan sekitarnya.
Makanan dari tanah liat yang diberi nama "Ampo" ini sudah menjadi makanan tradisional yang dipercaya masyarakat Tuban dapat menguatkan sistem pencernaan. Bahkan memakan tanah liat juga dipercaya sebagai obat yang dapat mengobati beberapa macam penyakit.

Entah tanah jenis yang mana yang bisa dijadikan "Ampo" tersebut. Menurut penuturan beberapa orang yang sebagai pembuat "Ampo" menuturkan bahwa tanah yang cocok adalah tanah yang sangat halus, bersih dan bebas dari jenis kerikil manapun. Kemudian tanah tersebut ditumbuk (dideplok) sampai benar-benar halus dan padat. Tanah tersebut dibentuk pesegi atau kotak-kotak. Kemudian dipipihkan sampai tipis agar mudah digulung sperti kue jepit gulung dengan menggunakan stik yang bagian depannya kayak mata pisau.
Setelah semuanya gulungan tadi sudah dalam jumlah besar maka sia untuk diasapkan atau dipanggang diatas api dengan memerlukan waktu kurang lebih satu jam. Tapi ingat itu tidak sampai berubah warna sampai seperti merah kayak batu bata (bata merah).  Nah sekarang makanan ringan atau snack yang berasal dari tanah sudah siap untuk dinikmati. Biasanya kalau kita pernah melihat dipasaran tentunya di Tuban dan sekitarnya harganya relatip murah, tetapi jarang kita jumpai.
Tuban merupakan satu-satunya tempat di dunia yang memakan tanah panggang. Memang ada orang-orang lain di dunia yang suka makan pasir, dan benda aneh lainnya, tapi tidak ada yang memakan tanah panggang.

. Berikut ini cara membuatnya :
1. Pisahkan Tanah Liat Dengan Kerikil dan Pasir



Pada tahap ini tanah dipilah-pilah antara yang lembut dan yang kasar. Seperti halnya membuat adonan jajanan, maka keseragaman tanah menentukan kenikmatan dan kepulenan cemilan yang dihasilkan nantinya.

2. Bentuk Tanah Menjadi Kotak-Kotak



Kalau kita membuat kue ada istilah kalis, ya disini juga demikian, membuat adonan tanh liat menajdi bentuk kotak menunjukan bahwa adonan sudah kalis.

Kalis sendiri berarti komposisi tanah dan air sudah merata pada setiap bagian adonan. Ciri adonan tanah liat yang kalis dilihat dari sudah tidak lengket pada telapak tangan.

3. Bentuk Stick/batangan



Tanah liat dibentuk menjadi stik, jika anda lihat sepintas pembuatannya mirip dengan pembuatan wafer stick atau astor.

4. Bakar Tanah Liat



Setelah tanah liat dibentuk menjadi stick, kemudian dipanggang diatas tungku tradisional sampai mengeras dan kering. Seperti terlihat pada gambar, tanah liat diletakkan diatas wajan dengan pemanasan tungku dan kayu.

5. Disajikan



Setelah semua proses dilalui maka tanah liat siap disajikan di meja untuk jadi teman ngobrol dan nonton.

Kalau Anda penasaran dan cukup berani silahkan berkunjung ke tuban dan mencicipinya sendiri. Anda juga bisa meminta untuk membungkusnya sebagai oleh-oleh keluarga dirumah. Tentunya menikmati bersama keluarga akan membawa kenikmatan tersendiri. Bagaimana, Anda tertarik?

 Hidangan Snack "Ampo"


 Sumber : dari berbgai sumber

Senin, 04 Juni 2012

SENI BUDAYA KOTEKAN LESUNG

Kotekan Lesung/
Seni budaya kotekan lesung, sudah ada sejak zaman nenek moyang kita yang berabad-abad yang terjadi di berbagai daerah di Nusantara ini, hanya namanya saja yang berbeda. Ada yang menamakan Kotekan lesung, Gejok lesung, lesung jumengglung dan lainnya.  Musik ini identik dengan masyarakat petani atau pedesaan yang memang mata pencahariannya adalah petani ( masyarakat agraris ). Masyarakat pada saat itu memang masih sangat rukun dalam kehidupan bertetangga walau satu rumah dengan rumah yang lain sangat jauh tida seperti  sekarang yang penuh berdesakan. Saling bahu membahu, bergotong royong, dengan rasa ikhlas tanpa
imbalan, hanya sekedar makan itupun kalau ada, seperti mendirikan rumah, ada hajatan, kerja bakti lingkungan semua itu tida ada rasa terpaksa tetapi dikerjakan dengan rasa ikhlas dan tanggung jawab. Kotekan lengsung awalnya muncul dari kerukunan yang dibina sejak berabad-abad secara turun temurun dari daerah tersebut. Karena jaman dulu belum ada mesin penggiling padi, maka jika ada orang yang punya hajat tentunya orang kelas menengah ke atas, memerlukan beberapa orang untuk mengubah gabah/padi menjadi beras. Nah dari situlah masyarakat yang sudah sangat erat antar warga bermusyawarah. Akhirnya membuat alat yang bentuknya seperti perahu yang terbuat dari kayu yang berukuran sebesar pohon utuh. Kemudian dilubangi tengahnya persis seperti perahu nelayan. Lesung tersebut digunakan untuk menguliti gabah menjadi beras dengan dibantu alat yang namanya alu atau antan. Yang disebut nutu atau ndeplok ( menumbuk padi dengan antan). Nah......   biasanya acara gotong royong seperti ini sebelum dimulai dilakukan pemukulan lesung dengan alu bersama beberapa orang sehingga menimbulkan irama yang sangat khas bunyinya namun indah ditelinga, sambil menunggu teman yang alinnya. Setelah semua datang maka diadakan kenduri adat mereka untuk memohon berkah kepada Tuhan agar dalam punya hajat diberikan oleh Allah keselamatan yang dipimpin oleh sesepuh dusun tersebut. Selesai kenduri merekan langsung menumbuk padi yang sudah dimasukkan kedalam lesung terebut. Setelah ditumbuk menjadi beras maka ada petugas yang mengumpulkan beras tersebut kemudian ditampi oleh petugas penampi beras dengan menggunakan tempeh atau tampah atau nyiru atau... yah  banyak namanya di Indonesia ini. Kemudian lesung diisi lagi dengan gabah lagi. begitu seterusnsnya. Rata-rata orang terlibat dalam acara ini adalah para ibu-ibu yang sudah berumur, mereka sangat bersemangat dan gembira. Di saat tertentu ada waktu dipakai untuk memainkan musik dari kotekan lesung tersebut yang iramanya diatur oleh ketua ketekan tersebut. Jangan dikira walaupun musik tradisional yang sudah usang pun punya Conduktur/Derigen. Hi..hi..hi.. lucu. Tapi memang itu adanya. Pimpinan itu mengantur anak buahnya agar menghasilkan nada yang berbeda dari berbagai sudut lesung yang di pukul dengan alu tersebut. Sehingga kalau dipadu satu dengan yang lain enak juga di dengarkan. Apalagi kalau merekan yang senang berjoget, barang kali cocok dengan irama itu. Nah itulah sedikit postinganku tentan seni kotekan lesung yang kini mungkin sudah jarang kita dengar hanya segelintir daerah yang masih beratahan sampai saat ini. Semoga tidak punah. Mari kita lestarikan. Jangan sampai dilestarikan bangsa lain. Dilestarikan bangsa lain kita ribut sendiri seperti kebakaran jenggot. Lha wong budaya kita kan ditolong orang. He... he... he..
Ini gambar-gambar kotekan lesung.


















Gambar-gambar ini diambil dari berbagai sumber.

Yang suka slakan komentar.

Http://musikbisa.blogspot.com